perkembangan peserta didik karaktearistik perkembangan molaritas dan keagamaan

perkembangan peserta didik karakteristik perkembangan moralitas dan keagamaan

Sabtu, 28 November 2015

perkembangan peserta didik KARAKTEARISTIK PERKEMBANGAN MORALITAS DAN KEAGAMAAN


KARAKTEARISTIK PERKEMBANGAN MORALITAS DAN KEAGAMAAN

A.    Karakteristik Nilai, Moral, Dan Sikap Remaja
Karena masa remaja merupakan masa mencari jati diri, dan berusaha melepaskan diri dari lingkungan orang tua untuk menemukan jati dirinya maka masa remaja menjadi Suatu periode yang sangat penting Dalam Pembentukan nilai (Harrocks, 1976; Adi, 1986; Monks, 1989). Salah satu karakteristik remaja sangat menonjol berkaitan dengan nilai adalah bahwa remaja sudah sangat merasakan pentingnya tata nilai dan pengembangan nilai-nilai baru yang sangat diperlukan sebagai pedoman, pegangan, atau petunjuk dalam mencari jalannya sendiri untuk menumbuhkan identitas diri menuju kepribadian yang semakin matang (Sarwono, 1989). Pembentukan nilai-nilai baru dilakukan dengan cara identifikasi dan imitasi terhadap tokoh atau model tertentu atau bisa saja berusaha mengembangkannya sendiri.
- Karakteristik yang menonjol dalam perkembangan moral remaja adalah bahwa sesuai dengan tingkat perkembangan kognisi yang mulai mencapai tahapan berfikir operasional formal,
- Tingkat perkembangan fisik dan psikisn yang dicapai remaja yang berpengaruh pada perubahan sikap dan perilakunya.
B.     Pengertian Nilai, Moral dan Sikap
Dalam kacamata Spranger, kekuatan individual atau roh subjektif didudukkan dalam posisi primer karena nilai-nilai budaya hanya akan berkembang dan bertahan apabila didukung dan dihayati oleh individu. Spranger menggolongkan nilai ke dalam enam jenis, yaitu:
1. Nilai Teori/Nilai Keilmuan (I): Dasar Pertimbangan Rasional, kontras dengan nilai (A)
2. Nilai Ekonomi (E) Dasar Pertimbangan Ada Tidaknya Keuntungan finansial, kontras dengan nilai (S)
3.Nilai Sosial/Nilai Solidaritas (Sd) dasar pertimbangan tidak menghiraukan keberuntungan/ketidakberuntungan, kontras dengan nilai (K)
4. Nilai Agama (A) dasar pertimbangan benar menurut ajaran agama, kontras dengan nilai (I)
5. Nilai Seni (S) dasar pertimbangan rasa keindahan/rasa seni terlepas dari pertimbangan material, kontras dengan nilai (E)
6. Nilai Politik/Nilai Kuasa (K) dasar pertimbangan kepentingan diri/kelompok, kontgras dengan nilai (Sd) (Mohammad Asrori, 2008:153-154)
C.    Perkembangan Moralitas
1. Moralitas dapat didefinisikan sebagai cara.
2. Moralitas memiliki tiga komponen, yaitu komponenafektif, kognitif, dan perilaku.
3. Komponen afektif moralitas (moral affect)
Berdasarkan penelitiannya itu, Kohlberg (1995) menarik sejumlah kesimpulan sebagai berikut:
a)         Penilaian dan perbuatan moral pada intinya bersifat rasional.
b)         Terdapat sejumlah tahap pertimbangan moral yang sesuai dengan pandangan formal harus diuraikan dan yang biasanya digunakan remaja untuk mempertanggungjawabkan perbuatan moralnya.
c)         Membenarkan gagasan Jean Piaget bahwa pada masa remaja sekitar umur 16 tahun telah mencapai tahap tertinggi dalam proses pertimbangan moral.
D.     Pengertian Agama, Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan
Agama dari sisi etimologi berasal dari bahasa Yunani ”a” yang berarti tidak dan ”gama” yang bermakna kacau balau, carut marut, tak teratur. Sehingga agama ialah suatu tatanan yang berfungsi memberikan keteraturan. Sementara dari sisi terminologi,
Sehingga unsur-unsur Agama memuat:
a. Agama disebut jenis sistem sosial.
b. Agama berporos pada kekuatan-kekuatan non empiris
c. Manusia mendayagunakan kekuatan-kekuatan di atas untuk kepentingannya sendiri dan masyarakat sekitarnya.
E.     Hubungan Antara Nilai, Moral, Sikap dan Keagamaan
Nilai merupakan tatanan tertentu atau kriteria di dalam diri individu yang dijadikan dasar untuk mengevaluasi suatu sistem tertentu. Pertimbangan nilai adalah penilaian individu terhadap suatu objek/sekumpulan objek yang lebih mendasarkan pada sistem nilai tertentu daripada hanya sekedar karakteristik objek tersebut.
Moral merupakan tatanan perilaku yang memuat nilai-nilai tertentu untuk dilakukan individu dalam hubungannya dengan individu lain/kelompok/masyarakat. Moralitas merupakan pencerminan dari nilai-nilai dan idealitas seseorang. Dalam moralitas terkandung aspek-aspek kognitif, afektif dan perilaku, sedangkan sikap merupakan predisposisi tingkah laku/kecenderungan bertingkah laku yang sebenarnya, juga merupakan ekspresi/manifestasi dari pandangan individu terhadap suatu objek/sekumpulan objek. Sikapmerupakan sistem yang bersifat menetap dari komponen kognisi, afeksi, dan konasi.
F .    Konsep Perkembangan Moral dan Keagamaan Anak
Piaget mendefinisikan tahap perkembangan moral sebagai berikut:
(1) Pre-moral
(2) Heteronomi
(3) Autonomi
Dalam perkembangan moral itu titik heterotomi dan autonomi lebih menggambarkan proses perkembangan dari pada totalitas mental individu. Melalui pergaulannya anak mengembangkan pemahamannya mengenai tujuan dan sumber aturan. Sampai usia tujuh atau delapan tahun anak dikendalikan oleh seluruh aturan. Terhadap aturan yang berasal dari luar, anak belum memiliki pengertian dan motivasi untak konsisten. Pada tahap autonomi anak menyadari akan aturan dan menghubungkannya dengan pelaksanaannya. Tahap berikutnya adalah pelaksanaan autonomi.
G.      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Nilai, Moral, Sikap dan Keagamaan Anak.
Nilai, moral dan sikap serta perilaku keagamaan adalah aspek-aspek yang berkembang pada diri individu melalui interaksi antara aktivitas internal dengan pengaruh stimulus eksternal. Pada awalnya seorang anak belum memiliki nilai-nilai dan pengetahuan mengenai nilai moral tertentu atau tentang apa yang dipandang baik atau tidak baik oleh kelompok sosialnya.
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap perkembangan nilai, moral, sikap dan perilaku keagamaan individu itu mencakup aspek psikologis, sosial, budaya dan fisik kebendaan, baik yang terdapat dalam lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Kondisi psikologis, pola interaksi, pola kehidupan beragama, berbagai sarana rekreasi yang tersedia dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat akan mempengaruhi perkembangan nilai, moral, sikap dan perilaku keagamaan individu yang tumbuh dan berkembang di dalamnya.
Remaja yang tumbuh dan berkembang di dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat yang penuh rasa aman secara psikologis, pola interaksi yang demokratis, pola asuh bina kasih, dan relegius dapat diharapkan berkembang menjadi remaja yang memiliki nilai luhur, moralitas tinggi, serta sikap dan perilaku keagamaan yang terpuji. Sebaliknya, individu yang tumbuh dan berkembang dalam kondisi psikologis yang penuh konflik, pola interaksi yang tidak jelas, pola asuh yang penuh otoriter dan permisif, dan kurang relegius, maka harapan agar anak dan remaja berkembang menjadi individu yang memiliki nilai-nilai luhur, moralitas tinggi, sikap dan perilaku keagamaan yang terpuji menjadi diragukan. (Mohammad Asrori, 2008:164-165)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar